Senin, 10 Mei 2010

Mengapa Anda Ingin Memiliki Anak...?

By Yusuf Mansur Network
Kapan Punya Anak ? Sudah berapa anaknya Bu..?
"Siapa yang tak ingin memiliki anak?" batin saya selalu mengatakan demikian. Sayang memang, mereka tidak pernah tahu, betapa telinga ini rasanya selalu rindu oleh tangisan atau teriakan-teriakan kecil, "Ummi...!" yang akan memanggil saya. Tangan ini rasanya selalu rindu akan dekap tubuh mungil dalam kehangatan balutan selimut kecil. Betapa saya ingin.ingin sekali memiliki buah hati. Suatu harapan yang selalu saya bawa dalam setiap doa.

Sampai suatu ketika, dokter terapi infertilitas saya di akhir pemeriksaan bertanya seperti ini, "Mengapa anda ingin memilki anak?" ucapnya dengan wajah serius. "Ada beberapa pasangan yang berobat ke sini, setelah berhasil memiliki anak malah bercerai karena tidak tahu alasan kenapa ingin memiliki anak," ucapnya melanjutkan. Saya yang tiba-tiba disuguhi pertanyaan seperti ini tentu saja tersentak berusaha mencari jawab. Sungguh, saat itu saya tak bisa menjawab secara spontan kenapa saya ingin memiliki anak.

Dalam perjalanan pulang pun pertanyaan tersebut masih terngiang-ngiang dan bermain dalam benak pikiran. Saya berusaha mencari jawaban atas alasan keinginan dan harapan saya memiliki buah hati.

Saya mulai bertanya pada diri sendiri, "Kenapa saya ingin memiliki anak?" Apakah keinginan ini keluar semata karena rasa egois seorang manusia yang ingin memiliki? Apakah keinginan ini hanya dikarenakan saya sudah mulai jenuh mendengar pertanyaan "Kapan punya anak?" atau pertanyaan sejenis lainnya yang kerap dilemparkan? Apakah keinginan ini karena saya merasa cemburu jika melihat teman-teman yang sudah mulai memiliki satu, dua, tiga.... momongan? Apa sebenarnya tujuan saya memiliki keturunan? Ternyata, saya sukses dengan jawaban buntu disertai kepala pening.

Hingga suatu hari, suami menghadiahkan sebuah buku berjudul "Cara Nabi Mendidik Anak" yang disusun oleh Ir. Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Buku yang memberikan perhatian khusus mengenai Tarbiyah Nabawi lith-Thif (pendidikan Nabi untuk anak), banyak mengungkapkan dunia anak yang belum pernah saya temui. Membaca buku ini, saya hanyut dalam suasana seperti seorang ibu. Ada banyak hal yang semula tidak saya ketahui tertulis di sini, seperti cara efektif membangun jiwa anak, mengembangakan pemikiran anak, meluruskan kesalahan perilaku anak, serta banyak hal lainnya yang membuat saya kadang termangut-mangut sendiri sambil meresapi.

Selesai membaca buku tersebut, saya seolah tersadar bahwa bagi beberapa orang memiliki anak itu mungkin mudah tapi mendidiknya agar selalu terjaga dalam fitrahnya (Islam) tidaklah mudah. Imam Al-Ghazali sendiri dalam risalah Ayuhal Walad pernah mengumpamakan proses tarbiyah anak sebagai ibarat "Usaha petani yang mencabuti duri-duri dan membuang tumbuhan asing dari tanamannya agar tumbuh dengan baik dan sempurna." Ia tidak hanya untuk dilahirkan ke dunia saja, tapi lebih dari itu, ia memiliki hak dan kewajiban yang harus bisa dipenuhi serta didukung oleh orang tua dengan sebaik-baiknya.

Saya mencoba mengubah pola pemikiran. Yang tadinya hanya berorientasi ingin memiliki anak, sedikit demi sedikit mulai membuka pandangan dengan tidak hanya sekedar `ingin` tapi juga harus memilki kesadaran untuk mempersiapkan diri agar dapat menjadi Ibu yang baik. Seorang ibu yang kelak dapat menjadi penenang jiwa sesunguhnya bagi keluarga, yang dapat mengemban amanah berharga dari Allah swt berupa anak-anak serta dapat bertanggung jawab agar anak-anak menjadi abrar (orang-orang yang berbakti). Insya Allah.

Dengan mengubah pola pikir seperti ini, akhirnya saya mendapatkan jawaban untuk sebuah pertanyaan yang diajukan sang dokter di atas. "Mengapa anda ingin memiliki anak?" Jawabannya adalah sebagai istri, saya ingin dapat merasakan satu fase kehidupan yang disebut ibu. Selain itu juga ingin membahagiakan suami dengan menghadirkan cahaya mata, penyejuk hati, meski suami tidak pernah menuntut tentang hal ini. Sebagai umat Rasulullah saw, saya ingin menggembirakan beliau dengan memperbanyak jumlah umatnya. Seperti yang tertulis dalam hadits riwayat Abu Dawud dan Nasa`i, Rasulullah saw bersabda "Nikahilah wanita yang bisa melahirkan banyak anak karena aku akan berbangga dengan kalian kepada umat-umat lain." Sedangkan sebagai hamba Allah swt, saya ingin menjaga kelangsungan keturunan dengan melahirkan generasi-generasi muslim, yang akan bersama-sama berjuang mengagungkan nama Allah swt di muka bumi ini. Insya Allah.

Saya percaya, ini adalah salah satu skenario yang Allah swt berikan untuk menguji kesabaran. Baik saya dan suami, tidak akan pernah berputus asa berdoa meminta diberi kepercayaan untuk memiliki keturunan disertai ikhtiar. Bukankah Rasulullah saw sendiri pernah mengatakan "Janganlah salah seorang dari kamu menyerah dari memohon agar dikarunia anak..."

Akhir-akhir ini, saya mulai terbiasa dengan pertanyaan ataupun percakapan seputar belum adanya buah hati yang dilemparkan pada saya atupun suami. Saya tahu, mereka yang bertanya tidak lebih karena ingin bersimpati ataupun ingin turut membantu memberikan jalan bagi kami yang tengah berikhtiar, meski selama ini mungkin tidak saya sadari. Saya harus bersyukur atas semua keadaan, karena di balik ini tentu akan ada hikmah, sebuah balasan terindah yang telah disiapkan Allah swt.

"Rabbihabliimilladunka dzurriyatan thayyibah, innaka samii `udduaa." Ya Tuhanku berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengarkan do`a. (Doa nabi Zakariya memohon keturunan, QS Al-Imran:38).

Pengendara Gak Tertib.. Salah Siapa...?

Sudah baca? UU LLAJ No. 22/2009 yang siap diberlakukan 1 April 2010, Bila melanggar tentu polisi menindak.

Tapi ada beberapa hal yang perlu semua kita pahami dan cermati bersama, karena jangan sampai UU ini diterapkan tentu dengan maksud memperbaiki ketertiban lalu lintas ternyata gak tercapai. Karena salah analisa salah pula obatnya.

UU ini ditujukan untuk pengendara, atau pengguna jalan. Kita coba kaji dari sisi pengendara dulu.

Belakangan, kalau Anda sering berada di jalan tentu tahu, memang sudah begitu parah tingkat pelanggaran lalu lintas baik oleh pengendara mobil ataupun sepeda motor. Pandangan sinis akan terlihat oleh pengendara mobil kepada pengendara sepeda motor yang sepertinya menjadi 'raja jalanan': berbelok seenaknya, masuk jalur busway, terobos lampu merah, ngebut sampai 80km/jam lebih bahkan, hantam spion mobil di kemacetan jalan, suara exhaust/knalpot menggelegar, menjadikan jalan raya ramai padat sebagai arena kebut-kebutan (seringkali perasaan panas/emosi bila disalip), dan banyak lagi. Begitupun sebaliknya pandangan sinis pengendara sepeda motor terhadap pengendara mobil, parkir sembarang tempat, keluar masuk jalan seenaknya, serobot bahu jalan (di tol atau bukan terjadi), jalan bergaris dua lajur tapi diisi tiga lajur, juga masuk jalur busway, terlalu kiri di baris kemacetan atau terlalu kanan (hal ini membuat sepeda motor untuk bisa mengisi celah kosong tertutup, sering juga disengaja), termasuk juga ulah sopir angkutan, bus juga taksi, dan banyak lagi.

Angka kecelakaan sepeda motor yang tinggi, kalau dilihat dari sisi tehnis, hal ini wajar. Karena mengendarai sepeda motor seperti orang yang sedang akrobat. Tentu besar kemungkinan celaka. Anda tahu akrobat 'Tong Setan'? Prinsipnya ini adalah hal biasa. Pada jalan miring memutar bila dilakukan dengan tehnik yang benar tentu saja bisa, setiap orang bahkan. Coba pelankan kecepatan, berhenti, maka akan ambruk. Perlu difahami, sepeda motor adalah kendaraan yang seimbang tapi tidak stabil. Sementara mobil adalah kendaraan yang seimbang juga stabil. Kecelakaan mobil lebih sedikit, selain faktor lainnya, faktor pengemudi ngantuk dan kelelahan adalah paling mencolok.

Prilaku pengendara ini tentu karena kesadaran dan pemahaman aturan tertib lalu lintas yang rendah bahkan mungkin nol. Berkendara tentu dibutuhkan keterampilan mengendarai, menguasai dan menerapkan tehnik safety riding. Ini mutlak dibutuhkan, demikian halnya pemahaman aturan rambu lalu lintas baik ada maupun tidak adanya rambu. Semua tahu, ketika uji praktik dan teori pada pembuatan SIM ini semua ada. Dan sudah seharusnya kita mempersiapkan diri sebelum uji tersebut dilakukan. Tapi hal berbeda terjadi pada kenyataan dilapangan. Sudah menjadi rahasia umum, semua pengendara tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk membuat SIM baru. Kebanyakan disebut pada angka Rp. 250rb sampai Rp. 400rb. Sedikit sekali yang mengeluarkan angka di bawah itu. Mengapa? Padahal kalau kita susuri loket demi loket di tempat pembuatan SIM, paling-paling biayanya habis sekitar Rp. 150rb. Lalu mengapa bisa membengkak?