Senin, 10 Mei 2010

Pengendara Gak Tertib.. Salah Siapa...?

Sudah baca? UU LLAJ No. 22/2009 yang siap diberlakukan 1 April 2010, Bila melanggar tentu polisi menindak.

Tapi ada beberapa hal yang perlu semua kita pahami dan cermati bersama, karena jangan sampai UU ini diterapkan tentu dengan maksud memperbaiki ketertiban lalu lintas ternyata gak tercapai. Karena salah analisa salah pula obatnya.

UU ini ditujukan untuk pengendara, atau pengguna jalan. Kita coba kaji dari sisi pengendara dulu.

Belakangan, kalau Anda sering berada di jalan tentu tahu, memang sudah begitu parah tingkat pelanggaran lalu lintas baik oleh pengendara mobil ataupun sepeda motor. Pandangan sinis akan terlihat oleh pengendara mobil kepada pengendara sepeda motor yang sepertinya menjadi 'raja jalanan': berbelok seenaknya, masuk jalur busway, terobos lampu merah, ngebut sampai 80km/jam lebih bahkan, hantam spion mobil di kemacetan jalan, suara exhaust/knalpot menggelegar, menjadikan jalan raya ramai padat sebagai arena kebut-kebutan (seringkali perasaan panas/emosi bila disalip), dan banyak lagi. Begitupun sebaliknya pandangan sinis pengendara sepeda motor terhadap pengendara mobil, parkir sembarang tempat, keluar masuk jalan seenaknya, serobot bahu jalan (di tol atau bukan terjadi), jalan bergaris dua lajur tapi diisi tiga lajur, juga masuk jalur busway, terlalu kiri di baris kemacetan atau terlalu kanan (hal ini membuat sepeda motor untuk bisa mengisi celah kosong tertutup, sering juga disengaja), termasuk juga ulah sopir angkutan, bus juga taksi, dan banyak lagi.

Angka kecelakaan sepeda motor yang tinggi, kalau dilihat dari sisi tehnis, hal ini wajar. Karena mengendarai sepeda motor seperti orang yang sedang akrobat. Tentu besar kemungkinan celaka. Anda tahu akrobat 'Tong Setan'? Prinsipnya ini adalah hal biasa. Pada jalan miring memutar bila dilakukan dengan tehnik yang benar tentu saja bisa, setiap orang bahkan. Coba pelankan kecepatan, berhenti, maka akan ambruk. Perlu difahami, sepeda motor adalah kendaraan yang seimbang tapi tidak stabil. Sementara mobil adalah kendaraan yang seimbang juga stabil. Kecelakaan mobil lebih sedikit, selain faktor lainnya, faktor pengemudi ngantuk dan kelelahan adalah paling mencolok.

Prilaku pengendara ini tentu karena kesadaran dan pemahaman aturan tertib lalu lintas yang rendah bahkan mungkin nol. Berkendara tentu dibutuhkan keterampilan mengendarai, menguasai dan menerapkan tehnik safety riding. Ini mutlak dibutuhkan, demikian halnya pemahaman aturan rambu lalu lintas baik ada maupun tidak adanya rambu. Semua tahu, ketika uji praktik dan teori pada pembuatan SIM ini semua ada. Dan sudah seharusnya kita mempersiapkan diri sebelum uji tersebut dilakukan. Tapi hal berbeda terjadi pada kenyataan dilapangan. Sudah menjadi rahasia umum, semua pengendara tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk membuat SIM baru. Kebanyakan disebut pada angka Rp. 250rb sampai Rp. 400rb. Sedikit sekali yang mengeluarkan angka di bawah itu. Mengapa? Padahal kalau kita susuri loket demi loket di tempat pembuatan SIM, paling-paling biayanya habis sekitar Rp. 150rb. Lalu mengapa bisa membengkak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar